Pancasila Itu Lahir Bukan Untuk Diingkari

Ketua Umum PP Muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah

Oleh : Ketua Umum PP Muhammadiyah
Prof Haedar Nashir

Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia. Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 di BPUPKI menempatkan Pancasila sebagai “philosophische grondslag” yaitu “fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.

“Soekarno juga menyebut Pancasila sebagai “Weltanschauung“ atau “pandangan dunia”, yaitu konsep dasar filsafat dan epistemologi yang mengacu pada persepsi dunia luas, serta mengacu pada keranga kerja ide dan kepercayaan ketika suatu individu, kelompok, atau budaya menafsirkan dunia dan berinteraksi dengannya.

Perumusan Pancasila dalam kesejarahannya mengalami proses dinamis sejak Pidato 1 Juni 1945, Piagam Jalarta 22 Juni 1945, dan rumusan final 18 Agustus 1945.

Baca Juga : KPK RI, 300 Anggota DPRD dan 22 Kepala Daerah Terjerat Kasus Korupsi di Tanah Air

Rumusan final Pancasila tanggal 18 Agustus 1945 itu merupakan konsensus nasional dari seluruh golongan bangsa Indonesia yang majemuk, yang mengandung rumusan resmi dan konstritusional mengikat seluruh warga dan institusi negara.

Pancasila menghargai dan menyerap ajaran agama, bahkan setiap silanya selaras dengan agama. Karenanya bila ada yang masih mempertentangkan keduanya berarti tidak paham Pancasila dan sekaligus tidak paham agama.

Maka tidak boleh ada yang merasa paling ber-Pancasila dan menganggap pihak lain sebagai sebagai ancaman terhadap Pancasila. Perbedaan pandangan dalam masalah-masalah kebangsaan dan kenegaraan jangan ditarik pada posisi ekstrem antara yang pro dan tidak Pancasila.

Pandangan nasionalisme, pluralisme, multikulturalism, demokrasi, hak asasi, dan prmikiran lainnya yang berkembang di Indonesia harus bertumpu pada nilai-nilai Pancasila serta tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama dan kebudayaan yang hidup di Indonesia.

Pancasila itu ideologi moderat, tempat titik temu semua pandangan dan golongan kebangsaan. Pancasila jangan dikonstruksi menjadi ideologi monolitik, apalagi dipahami secara radikal-ekstrem.

Baca Juga : Breakingnews : Napi Cabul Juara Pertama Lomba Baca Alqur’an Antar Tahanan

Segala bentuk radikalisme-ekstremisme apakah berbasis agama, nasionalisme, primordialisme, dan paham keras lainnya bertentangan dengan Pancasila. Paham sekularisme, komunisme, kapitalisme dan liberalisme, dan pandangan ekstrem lainnya tidaklah sejalan dengan Pancasila.

Karenanya diperlukan refleksi pemahaman Pancasila yang utuh dan tidak bias. Mereka yang selama ini mengaku berpaham Pancasila penting memahaminya secara moderat, sebagai ideologi terbuka.

Apakah sistem politik, ekonomi, dan perikehidupan bernegara di Republik ini sudah sejalan dan tidak bertentangan dengan Pancasila?

Pancasila lebih penting dan menjadi tuntutan mendesak untuk dilaksanakan menjadi praktik kehidupan berbangsa dan bernegara secara autentik dan konsisten.

Wujudkan dan praktikkan Pancasila dalam kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan kebijakan-kebijakan bernegara secara nyata.

Baca Juga : Atasi Narkoba Zombie Masuk Indonesia, Perlu Tindakan Ekstrem Pemerintah dan Aparat

Kekuasaan dalam pemerintahan negara apakah eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga bentukan pemerintahan lainnya harus berbasis pada dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Berbagai perundang-undangan dan kebijakan pemerintahan pun harus sejalan dan tidak menyalahi Pancasila. Pancasila jangan diingkari. Pengingkaran terhadap Pancasila dapat berbentuk pandangan atau paham dalam berbangsa dan bernegara yang tidak sejalan dengan ideologi negara tersebut.

Lebih nyata lagi pengingkaran tersebut berupa berbagai tindakan atau perbuatan yang tidak sejalan dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Korupsi, penyalahgunaan wewenang, kekuasaan yang menyalahi konstitusi, segala tindakan yang merusak kekayaan Indonesia, oligarki yang menguasai hajat hidup publik, serta berbagai kebijakan yang merugikan bangsa dan negara dapat dikategorikan sebagai pengingkaran terhadap Pancasila.

Baca Juga : Taman Renungan Bung Karno Sejarah Lahirnya Nilai-Nilai Luhur Pancasila

Menjalankan kekuasaan di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga negara lainnya tidak boleh sekehandaknya karena bertentangan dengan jiwa dan nilai Pancasila.

Keputusan-keputusan penting dan strategis dalam bernegara niscaya didasarkan pada kelima sila Pancasila. Seluruh langkah atasnama negara harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945!