Ini Dampak Resesi Seks di Jepang Pada SMP Yumoto

SMP Yumoto bakal di tutup di Jepang akibat resesi seks dan berdampak pada populasi Jepang. Eito Sato 15 tahun dan Aoi Hoshi 15 tahun akan menjadi siswa terakhir tamat di sekolah itu. Ist
SMP Yumoto bakal di tutup di Jepang akibat resesi seks dan berdampak pada populasi Jepang. Eito Sato 15 tahun dan Aoi Hoshi 15 tahun akan menjadi siswa terakhir tamat di sekolah itu. Ist

Jakarta, kopasnews.com – Setelah 76 tahun berdiri, SMP Yumoto, di Desa Ten-ei, Prefektur Fukushima, Utara Jepang terpaksa di tutup akibat krisis populasi.

Penyebab utamanya adalah karena kasus Resesi Seks yang terjadi di negara sakura tersebut.

Eita Sato 15 tahun dan Aoi Hoshi 15 tahun akan menjadi siswa satu-satunya dan lulusan terakhir di SMP itu mengaku akan terjadi kondisi penutupan sekolah.

“Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut,” kata Eita, dikutip dari pemberitaan Reuters, Rabu (5/4/2023).

Fenomena tutupnya sekolah terjadi akibat angka kelahiran di Jepang anjlok lebih cepat dari yang diperkirakan. Jumlah ini meningkat terutama di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima yang telah merasakan depopulasi.

Sementara itu, Perdana Menteri Fumio Kishida telah menjanjikan langkah-langkah untuk meningkatkan angka kelahiran. Termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak.

Ia juga mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting. Tapi sedikit yang telah membantu sejauh ini.

Baca Juga : Tanggapan Pemerintah Palestina Pasca Indonesia Batal Tuan Rumah Piala Asia U-20 2023

Kelahiran Anjlok

Kelahiran anjlok di bawah 800.000 pada tahun 2022, rekor terendah baru. Perkiraan pemerintah menyebut depopulasi juga delapan tahun lebih awal dari yang diharapkan.

Fenomena ini memberikan pukulan telak bagi sekolah umum yang lebih kecil. Padahal ini seringkali menjadi jantung kota dan desa pedesaan.

Menurut data pemerintah, sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah menutup pintu mereka selamanya, sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru yang berusia lebih muda.

Ten-ei, sebuah desa berpenduduk kurang dari 5.000, memiliki hanya sekitar 10% di bawah usia 18 tahun. Pada puncaknya tahun 1950, desa ini memiliki lebih dari 10.000 penduduk berkat dukungan pertanian dan manufaktur.

Tetapi ketidaknyamanan dan keterpencilan daerah yang semakin meningkat mendorong penduduk untuk pergi dari wilayah tersebut.

Depopulasi bertambah cepat setelah bencana 11 Maret 2011 di pembangkit nuklir Fukushima Dai-ichi yang berjarak kurang dari 100 km (62 mil), di mana Ten-ei menderita beberapa kontaminasi radioaktif yang telah dibersihkan.

Sementara sekolah Yumoto, sebuah bangunan dua lantai yang terletak di pusat distrik, memiliki sekitar 50 lulusan per tahun selama masa kejayaannya di tahun 1960-an. Foto-foto setiap kelulusan tergantung di dekat pintu masuk, dari hitam putih menjadi berwarna.

Baca Juga : Bupati Solsel Terima Anuegerah Best Leader of The Year Award Tahun 2023

Namun jumlah siswa yang terlihat dan tiba-tiba menurun dari sekitar tahun 2000, dan bahkan tidak ada foto kelulusan dari tahun lalu. Otoritas Ten-ei sendiri akan membahas penggunaan kembali gedung sekolah, mungkin disulap menjadi menjadi kilang anggur atau museum seni.

Masalah Banyak Negara Asia?

Sebenarnya anjloknya angka kelahiran adalah salah satu masalah besar yang sedang melanda negara-negara regional Asia. Tak hanya Jepang, fenomena resesi seks ini juga terjadi di Korea Selatan dan China. (*)

Sumber : CNBC Indonesia