Jakarta, kopasnews.com – Potensi karbon yang dimiliki Indonesia sangat luar biasa, tapi belum memiliki mekanisme atau kebijakan pasarnya. Barang dan aset milik negara ini harus dikelola maksimal oleh negara dan pendapatan untuk negara.
“Oleh sebab itu sudah seharusnya karbon Indonesia masuk bursa pedagangan yang nantinya dikelola oleh pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujar Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, Rabu (2/5/2023).
Dia menyebut terkait pengelolaan potensi karbon tersebut sudah dibahas dan diputuskan bersama Presiden dan sejumlah Menteri.
Sebab karbon di Indonesia bersifat terbuka yang harus teregistrasi melalui mekanisme tata kelola perdagangan dalam bursa karbon di Indonesia.
“Yang ngatur nantinya OJK, potensi di negara kita ini harus kita mamfaatkan dalam bursa perdagangan karbon,” kata Bahlil.
Dia mengatakan terkait penataan perizinan di wilayah-wilayah konsesi seperti hutan lindung dan hutan konservasi sudah di putuskan dalam rapat bersama Presiden.
Jadi konsesi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia akan diatur tata kelolanya oleh pemerintah.
Baca Juga : Presiden Minta Petani Kurangi Ketergantungan Pada Pupuk Kimia
“Karbon yang pergi ke luar negeri, bisa dijual, kalau tidak tata kelola dan dibuat sertifikasi, kita tidak akan pernah tahu berapa yang pergi. Harus kita mamfaatkan sebagai sumber pendapatan negara kita,” tuturnya.
Jadi, proses registrasi nanti dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk masuk dalam bursa perdagangan karbon.
“Lewat register perdagangan bisa dilakukan melalui trading saham biasa,” terangnya.
Pemerintah menyepakati bahwa harga karbon di Indonesia tidak boleh dijual di pasar karbon yang lain di luar negeri.
Baca Juga : Kemungkinan Prabowo Berpasangan Dengan Anies Pada Pilpres 2024
Pemerintah juga tidak ingin potensi penangkapan karbondioksida di Indonesia yang sangat besar, justru dikapitalisasi oleh negara tetangga.
“Negara tetangga yang tidak mempunyai penghasil karbon, tidak punya tempat CO2, tapi dia membuka bursa karbon itu, kita tidak izinkan. Barang, aset milik negara harus dikelola maksimal oleh negara dan harus pendapatan untuk negara,” dalam keterangan persnya.
(fah/*)