Kopasnews.com – Kelompok Pecinta Alam (KPA) Winalsa Solok Selatan meluncurkan program sekolah lapangan agroforestry untuk pemulihan dan peningkatan perekonomian berkelanjutan melalui pertanian. Khusus bagi Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN), komunitas atau masyarakat peduli lingkungan (MPL), fasilitator, termasuk petani di sekitar kawasan sekretariat Winalsa dan lainnya.
“Tujuan program sekolah lapangan forestry ini bagaimana Winalsa bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama dalam pemulihan dan peningkatan ekonomi masyarakat petani di masa akan datang,” ujar Ketua KPA Winalsa Solok Selatan Hendri Syarif, Selasa (10/12/2024) di Sekretariat Winalsa Pondok Belajar Pangan Berkelanjutan di Suka Baru, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir.
KPA yang berdiri sejak tahun 2000 itu, telah beberapa kali memiliki kesempatan membekali kelompok masyarakat yang akan mengelola Perhutanan sosial di Sekretariat Winalsa.
Dilihatnya secara wilayah 65 persen kawasan Solok Selatan adalah kawasan hutan negara yakni hutan produksi, hutan lindung, dan Taman Nasional Kerinci Sebelah (TNKS).
“Sisanya 35 persen di dalamnya ada kawasan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, hanya 15 persen yang dapat dikuasai oleh masyarakat
dan digunakan untuk pengembangan kawasan dan ekonomi Masyarakat,” ujarnya.
Dari 15 persen itu, katanya hanya 128.000 hektar berupa Area Pengguna Lainnya (APL) dan terdapat 69.000 hektar HGU perkebunan. Dikalkulasikan nya dari 178.000 jiwa lebih penduduk Solsel, mereka harus berbagi 60.000 hektar ruang APL untuk pengelolaan pertanian. Sebab itu, langkah kongritnya perlu perluasan pertanian melalui Kawasan Perhutanan Sosial.
Baca Juga : Bocah 2,5 Tahun di Solsel Meninggal Akibat Kekerasan, Pamannya Ditangkap
“Nah, dengan wilayah kelola sedikit sangat sulit bagi masyarakat untuk memperoleh tambahan ekonomi. Sebab itu, kita mengundang semuanya dapat memaksimalkan potensi lain dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hutan. Tidak dikejar-kejar hukum dan ditakuti hukum. Tapi mengelola hutan secara legal,” bebernya.
Sementara, Eksekutif WALHI Daerah Sumatera Barat Abdul Aziz mengatakan, keberadaan Walhi sejak tahun 1990 di Sumbar menjadi jembatan dan dompet kedepan bagi masyarakat untuk penambahan perekonomian jangka panjang.
Terutama dalam pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan seperti perhutanan sosial. Katanya, Kementerian Kehutanan sudah memberikan ruangan lewat izin perhutanan sosial untuk akses masyarakat mengelola dengan baik secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan lingkungan.
Baca Juga : Penampilan Tari Kolosal Memukau Ribuan Pengunjung di Halaman Istano Basa Pagaruyung
“Melalui forestry, disana boleh di tanam tanaman campuran seperti kopi, durian, alpukat, kayu manis, dan lainnya sehingga disebut agroforestry. Bukan kelapa sawit. Intinya, masyarakat pengelola mendapatkan tambahan ekonomi, hutan terjaga dan lestari,” bebernya.
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Solok Selatan Nurhayati menyampaikan, Walhi dan Dinas pertanian tidak bisa dipisahkan, sebab bersinggungan dengan hutan dan alam.
Bagaimana pemulihan dan peningkatan ekonomi bisa dicapai sehingga bisa swasembada pangan dapat dicapai berkelanjutan sesuai nawacita Presiden RI Prabowo Subianto.
Pengelolaan hutan nagari, hutan desa dan hutan rakyat. Saat ini diperlukan bagaimana koordinasi agar lebih terjalin erat lagi antara Winalsa, Dinas Pertanian dan KPHL Hulu Batang Hari dan lainnya.
Pada aspek ekonomi, berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui kelompok perhutanan sosial, indek desa mandiri (IDM) naik. Hasilnya menunjukan status dari 2.923 desa tertinggal di Indonesia tahun sebelumnya, sekarang hanya tersisa 189 desa yang masih tertinggal.
Baca Juga : Siswa MAN 2 Solsel Raih Prestasi Nasional dan Provinsi
“Jadi banyak peningkatan dan pemulihan ekonomi melalui kelompok perhutanan sosial yang dikelola masyarakat,” terangnya.
Camat Sangir Abul Abbas, meminta untuk saling memperkuat persatuan dan kesatuan dalam membangun program forestry,dan tidak saling curiga mencurigai. Tapi bagaimana bisa memotivasi masyarakat lain, bagaimana merawat hutan sesuai program pemerintah yang akan ditinggalkan untuk anak cucu. Hutan dijaga dan dilestarikan dengan baik.
“Harus se ayun bersama-sama membangun program perhutanan sosial ini. Bisa bersanding dengan hutan dengan pola pertanian forestry. Kita jangan berfikir sesaat, kalau kita tanam ini kita dapat menjaga lingkungan hutan. Hutan terawat dan kita bisa hidup dalam menjaga hutan dari hasil pertanian yang kita kelola,” pesannya.
Baca Juga : Pria 17 Tahun Ditangkap Atas Dugaan Pencabulan Anak Di Bawah Umur
Terpisah, Kepala UPTD KPHL Hulu Batang Hari Hasan menuturkan, sudah banyak dukungan yang diberikan kepada LPHN atau kelompok pengelola hutan lainnya seperti peningkatan kapasitas kelompoknya, bimbingan usahanya, baik itu bantuan yang diberikan, jasa lingkungan dan lainnya.
“Kolaborasi semua pihak kedepan kita harapkan. Tahun ini kawasan perhutanan sosial di Solsel sudah mencapai 40 ribu hektar, namun untuk KPA Winalsa belum ada yang mengelola Perhutanan Sosial tersebut. Hari ini sedang di bicarakan,” bebernya. (adi)